To save your family, buy gold...... To help our nation, keep gold...... use gold...

Thursday, December 3, 2009

SEJARAH DINAR EMAS DAN DIRHAM PERAK

Juni 14, 2009 oleh kidifara

Sejarah Singkat Dinar Emas dan Dirham Perak

Pada masa awalnya Muslimin menggunakan emas dan perak berdasarkan beratnya dan Dinar Dirham yang digunakan merupakan cetakan dari bangsa Persia.

Koin awal yang digunakan oleh Muslimin merupakan duplikat dari Dirham perak Yezdigird III dari Sassania, yang dicetak dibawah otoritas Khalifah Uthman, radiy’allahu anhu. Yang membedakan dengan koin aslinya adalah adanya tulisan Arab yang berlafazkan “Bismillah”. Sejak saat itu tulisan “Bismillah” dan bagian dari Al Qur’an menjadi suatu hal yang lazim ditemukan pada koin yang dicetak oleh Muslimin.

Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa standar dari koin yang ditentukan oleh Khalif Umar ibn ak-Khattab, berat dari 10 Dirham adalah sama dengan 7 Dinar (1 mithqal). Pada tahun 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdalmalik memerintahkan Al-Hajjaj untuk mencetak Dirham untuk pertama kalinya, dan secara resmi beliau menggunakan standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar ibn Khattab. Khalif Abdalmalik memerintahkan bahwa pada tiap koin yang dicetak terdapat tulisan: “Allahu ahad, Allahu samad”. Beliau juga memerintahkan penghentian cetakan dengan gambar wujud manusia dan binatang dari koin dan menggantinya dengan huruf-huruf.

Perintah ini diteruskan sepanjang sejarah Islam. Dinar dan Dirham biasanya berbentuk bundar, dan tulisan yang dicetak diatasnya memiliki tata letak yang melingkar. Lazimnya di satu sisi terdapat kalimat “tahlil” dan “tahmid”, yaitu, “La ilaha ill’Allah” dan “Alhamdulillah” sedangkan pada sisi lainnya terdapat nama Amir dan tanggal pencetakkan; dan pada masa masa selanjutnya menjadi suatu kelaziman juga untuk menuliskan shalawat kepada Rasulullah, salallahu alayhi wa salam, dan terkadang, ayat-ayat Qur’an.

Koin emas dan perak menjadi mata uang resmi hingga jatuhnya kekhalifahan. Sejak saat itu, lusinan mata uang dari beberapa negara dicetak di setiap negara era paska kolonialisme dimana negara negara tersebut merupakan pecahan dari Dar al Islam.

Sejarah telah membuktikan berulang kali bahwa uang kertas telah menjadi alat penghancur dan menjadi alat untuk melenyapkan kekayaan uamt Muslim. Perlu diingat bahwa Hukum Syariah Islam tidak pernah mengizinkan penggunaan surat janji pembayaran menjadi alat tukar yang sah

Apakah Dinar Emas dan Dirham Perak Itu?

Berdasarkan Hukum Syari’ah Islam…
Dinar Emas Islam memiliki kadar 22 karat emas (917) dengan berat 4.25 gram.
Dirham Perak Islam memiliki kadar perak murni dengan berat 3.0 gram.
Khalif Umar ibn Khattab menentukan standar antar keduanya berdasarkan beratnya masing-masing:
“7 dinar harus setara dengan 10 dirham.”

Wahyu menyatakan mengenai Dinar Dirham dan banyak sekali hukum hukum yang terkait dengannya seperti zakat, pernikahan, hudud dan lain sebagainya. Sehingga dalam Wahyu Dinar Dirham memiliki tingkat realita dan ukuran tertentu sebagai standar pernghitungan (untuk Zakat dan lain sebagainya) dimana sebuah keputusan dapat diukurkan kepadanya dibandingkan dengan alat tukar lainnya.

Telah menjadi ijma ulama sejak awal Islam dan pada masa para Sahabat dan Tabi’in bahwa Dirham menurut syari’ah adalah seberat 10 dirham

Apa saja kegunaan Dinar Islam?

Dapat digunakan sebagai simpanan, investasi penjaga nilai
Dapat digunakan sebagai pembayar zakat dan mas kawin sebagaimana telah disyaratkan oleh Syari’ah Islam
Dapat digunakan untuk perniagaan sebagai alat tukar yang sah
Kegunaan dari Dinar Emas dan Dirham Perak

Emas dan perak merupakan alat tukar paling stabil yang pernah dikenal oleh dunia. Sejak awal sejarah Islam sampai saat ini, nilai dari mata uang Islam yang didasari oleh mata uang bimetal ini secara mengejutkan sangat stabil jika dihubungkan dengan bahan makanan pokok:

Harga seekor ayam pada masa Rasulullah, salla’llahu alaihi wa sallam, adalah satu dirham; saat ini, 1,400 tahun kemudian, harga seekor ayam tetaplah satu dirham.

Selama 1,400 tahun nilai inflasinya adalah nol.

Dapatkah kita melihat hal yang sama terhadap dollar atau mata uang lainnya selama 25 tahun terakhir ini?

Terlihat bahkan untuk jangka panjang, sistem mata uang bi-metal terbukti menjadi mata uang yang paling stabil. Ia tetap bertahan, di samping usaha dari berbagai pemerintahan untuk merubahnya menjadi mata uang simbolis yang diwakilkan oleh nilai nominal yang berbeda dengan berat yang dimilikinya.

Keandalan
Uang emas tidak akan mengalami inflasi hanya karena dicetak secara terus menerus; ia tidak akan dapat didevaluasi oleh sebuah peraturan pemerintah, dan tidak seperti mata uang nasional, uang emas merupakan sebuah aset yang tidak tergantung kepada janji siapa pun untuk membayar nilai nominalnya.

Portabilitas dan tingkat kerahasiaan dari emas adalah nilai tambah yang penting, akan tetapi lebih daripada itu sebuah fakta yang tidak terelakkan adalah emas merupakan aset nyata dan bukan merupakan hutang.

Semua jenis aset kertas, seperti; surat hutang, saham, dan bahkan deposito bank merupakan pernyataan janji hutang yang akan dibayarkan. Nilainya sangat bergantung kepada kepercayaan penanam modal bahwa janji tersebut akan dipenuhi. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh surat hutang sampah dan mata uang Peso Meksiko, janji yang meragukan akan segera kehilangan nilainya. Emas tidaklah seperti ini. Sebentuk emas bebas dari semua bentuk sistem finansial, dan nilainya telah dibuktikan selama 5,000 tahun sejarah manusia.

Menunaikan Zakat

Para ulama mengajarkan kepada kita bahwa seluruh ketentuan syari’at yang berkaitan dengan harta dan transaksi muamalat (jual-beli, utang-piutang, dan sebagainya), termasuk untuk zakat, hanya ditetapkan dalam nuqud. Nuqud berarti dinar emas atau dirham perak. Sampai detik ini, kita semua mentaatinya dalam menentukan nisab zakat mal dan zakat perniagaan, yaitu 20 dinar emas (sekitar 85 gram emas) dan 200 dirham perak (sekitar 600 gr perak).

Namun, ketika membayar zakat, mengapa kita abaikan syariatnya? Yakni meninggalkan Dinar Emas atau Dirham Perak, dan menggantinya dengan uang kertas (rupiah, dolar, ringgit, dan sebagainya)?

Berikut adalah Syari’at Zakat sebagaimana telah difatwakan oleh para ulama.

Bagaimana Posisi Madhab Syafi’i?
Imam Syafi’i, dalam kitabnya Risalah, menyatakan:

Rasulullah, salallahu alayhi wa sallam, memerintahkan pembayaran zakat dalam perak, dan kaum Muslim mengikuti presedennya dalam emas, baik berdasarkan [kekuatan] hadits yang diriwayatkan kepada kita atau berdasarkan [kekuatan] qiyas bahwa emas dan perak adalah penakar harga yang digunakan manusia untuk menimbun atau membayar komoditas di berbagai negeri sebelum kebangkitan Islam dan sesudahnya.

Manusia memiliki berbagai [jenis] logam lain seperti kuningan, besi, timbal yang tidak pernah dibebani zakat baik oleh Rasulullah, salallahu alayhi wa sallam,maupun para penerusnya. Logam-logam ini dibebaskan dengan dasar [pada kekuatan] preseden, dan kepada mereka, dengan qiyas pada emas dan perak, tidak seharusnya dibebani zakat, karena emas dan perak digunakan sebagai standar harga di semua negeri, dan semua logam lainnya dapat dibeli dengan keduanya dengan dasar kadar berat tertentu dalam waktu tertentu pula.

Bagaimana Posisi Madhab Maliki?
Shaykh Muhammad Illysh, Mufti Al Azhar, pada 1900-an, mewakili posisi Madhhab Maliki, secara tegas mengharamkan uang kertas sebagai alat pembayar zakat. Fatwanya:

Kalau zakat menjadi wajib karena pertimbangan substansinya sebagai barang berharga (merchandise), maka nisabnya tidak ditetapkan berdasarkan nilai [nominal]-nya melainkan atas dasar substansi dan jumlahnya, sebagaimana pada perak, emas, biji-bijian atau buah-buahan.

Karena substansi [uang kertas] tidak relevan [dalam nilai] dalam hal zakat, maka ia harus diperlakukan sebagaimana tembaga, besi atau substansi sejenis lainnya.

Maksudnya, sama dengan posisi Imam Syafi’i, (uang) kertas disamakan dengan besi atau tembaga, hanya dapat dinilai berdasar beratnya, sedang nilainya harus ditakar dengan nuqud (dinar atau dirham). Ketiganya terkena zakat hanya bila diperdagangkan, dan tidak sah dipakai sebagai pembayar zakat.

Bagaimana Posisi Madhab Hanafi?
Imam Abu Yusuf, satu di antara dua murid utama Imam Abu Hanifah, dan pendiri Madhhab Hanafi, menulis surat kepada Sultan Harun Al Rashid, (memerintah 170H/786M-193H/809M). Ia menegaskan keharaman uang selain emas dan perak sebagai alat pembayaran zakat. Ia menulis:

Haram hukumnya bagi seorang Khalifah untuk mengambil uang selain emas dan perak, yakni koin yang disebut Sutuqa, dari para pemilik tanah sebagai alat pembayaran kharaj dan ushr mereka. Sebab walaupun koin-koin ini merupakan koin resmi dan semua orang menerimanya, ia tidak terbuat dari emas melainkan tembaga. Haram hukumnya menerima uang yang bukan emas dan perak sebagai zakat atau kharaj.

Apa Kesimpulannya?
Dari berbagai fatwa hukum para imam madhhab di atas sangat jelas bahwa zakat harta dan perniagaan tidak dapat dibayarkan kecuali hanya dengan Dinar Emas atau Dirham Perak.

Bagaimana Cara Menghitung dan Membayarkan Zakat dalam Dinar-Dirham?
Bila Anda memiliki harta uang kertas atau turunannya (deposito, saham, cek, dsb), harus Anda takar nisabnya dengan Dinar atau Dirham. Harta yang dihitung hanyalah yang telah memenuhi haul-nya, yakni tersimpan selama setahun. Nisab zakat mal adalah 20 dinar emas atau 200 dirham perak. Zakatnya adalah 2.5%-nya.

Kewajiban zakat 2.5% dari total harta Anda yang telah tersimpan selama setahun tersebut kemudian ditukarkan dengan salah satu mata uang syar’i ini, Dinar Emas atau Dirham Perak. Dengan Dinar Emas atau Dirham Perak inilah baru Anda dapat membayarkan zakat. ( sumber artikel dari wakalanusantara.com )

No comments:

Post a Comment

Comment

30 day gold price per ounce
30 Day gold silver ratio.


Emas Terlampau dan Melampau